Monday, September 27, 2010

Share with alumnus Matematika UI

Hari Sabtu seminggu setelah lebaran, tepatnya tanggal 18 September 2010, saya mendapat kesempatan untuk menjadi salah satu pembicara dalam acara Sinus Maple (share with alumnus dan mathers plan for future). Acara tersebut juga dihadiri oleh beberapa pembicara lainnya seperti Pak Ade Bungsu, Mba Maika Randini, dan Pak Ali Zainal. Tidak ketinggalan juga acara pelatihan public speaking oleh None Jakarta 2010 kita, Poetri Monalia.

Inti dari acara tersebut adalah berbagi pengalaman oleh para alumni Matematika UI tentang dunia pekerjaa. Seperti yang telah saya utarakan di artikel saya sebelumnya yang berjudul Matematika: apa, bagaimana, dan mau jadi apa?, bahwa kuliah di matematika UI bukan hanya bisa menjadi guru/dosen seperti yang dikira oleh banyak orang, maka di acara tersebut dipaparkan pekerjaan apa saja yang bisa dilakukan oleh seorang lulusan matematika. Jawabannya: banyak! Alumni-alumni yang datang ada yang bekerja di bank (itu saya maksudnya, hehe), di perusahaan riset, di asuransi, bahkan sukses menjadi miliader di bisnis MLM.

Dari saya sendiri, ada beberapa hal yang saya ungkapkan di acara tersebut. Pertama, pilihlah minat yang disukai. Ingatlah bahwa hukum permintaan dan penawaran selalu berlaku, artinya siapkan ilmu sesuai dengan karir yang akan kita tempuh. Tidak usah ribet atau bingung untuk memilih minat, pilihlah bidang yang disukai. Contoh, saya suka dengan teka-teki, logika, dan angka, sebaliknya saya tidak suka menghafal. Selain itu, saya juga suka dengan statistika. Saya ingin sekali mengambil jurusan statistik dan merupakan impian untuk kuliah di UI, namun karena di UI tidak ada jurusan statistik, akhirnya saya memilih jurusan matematika UI.

Saturday, September 25, 2010

Ular yang melingkar-lingkar

Beberapa waktu ini rubik's cube telah menjadi populer kembali. Di toko buku, toko mainan mewah, sampai ke toko mainan pinggir jalan atau abang-abang mainan keliling hampir pasti menjualnya. Padahal kalau dipikir-pikir rubiks itu termasuk game yang sulit untuk diselesaikan tapi dijualnya banyak ke anak-anak kecil. Tapi gapapa, biar melatih kemampuan berpikir anak-anak dalam menyelesaikan masalah.

Nah, bagi yang sudah bosan dengan rubiks 3x3 karena sudah berkali-kali menyelesaikannya, atau mungkin sudah malas untuk mencoba menyelesaikan ukuran rubiks yang lebih besar, coba saja rubiks snake. Tidak seperti rubiks 3x3, 4x4, dan rubiks putar 3 dimensi lainnya yang hanya mempunyai satu solusi, rubiks snake ini termasuk puzzle yang memiliki banyak sekali solusi.

Inilah penampakan dari rubiks snake ketika belum diubah bentuknya

bentuk dasar: ular

Thursday, September 16, 2010

Siapa harus mengalah?

Semakin besar jumlah keluarga, maka lama-kelamaan akan semakin lucu dan anehlah struktur pohon silsilahnya. Begitu yang saya rasakan berada di keluarga besar ibu dari Indramayu, Jawa Barat. Kisah dimulai ketika kami mudik lebaran 2010 kemarin, tiga keluarga kami yang tinggal di Jakarta pergi bersama-sama ke Indramayu. Saya dan ibu pergi bareng kakak yang sudah berkeluarga beserta istri dan anaknya. Anak kakak saya tersebut bernama Rani, umur 2 tahun. Di awal mudik lebaran tersebut, kami langsung menuju ke Kuningan untuk bersilaturahmi ke rumah-rumah saudara nenek, setelah itu barulah kami bisa bersenang-senang menikmati liburan di Indramayu.

Kejadian bermula ketika Mas Adi alias kakak saya membelikan balon buat anaknya, yaitu Rani. Senanglah si Rani dapet balon yang bagus berbentuk helikopter. Dibawanya balon tersebut ke dalam rumah untuk diperlihatkan ke saya, sang om favorit :p. Tentu saja di dalam rumah ada banyak orang, karena kami sedang silaturahmi lebaran. Diantara keramaian itu juga ada sepupu-sepupu saya.

Perlu diketahui bahwa rentang umur di keluarga kami sangat jauh, kakak saya yang paling tua berumur 30 tahun, dan sepupu saya yang paling kecil baru 3 bulan! Saat itu, salah satu sepupu saya yang bernama Nabil, umur 1.5 tahun,  melihat balon helikopter Rani dan langsung merebutnya. Bisa ditebak kejadian apa yang terjadi selanjutnya, mereka rebutan balon, tak ada yang mau mengalah. Kami tertawa melihat kejadian tersebut karena baru kali ini melihat om Nabil merebut balon Rani sang keponakannya sendiri. Seharusnya om ngalah sama ponakan, kan?? Eh, tapi tunggu dulu, ternyata Rani lebih tua daripada omnya, dan seharusnya yang lebih tua harus mengalah kepada yang muda, kan??